SMAHA LIVE IN 2025: Belajar Hidup, Berbagi Manfaat

Live In

Pagi itu, tanggal 21 Januari 2025, langit mendung, rintik hujan menyambut rombongan siswa kelas XI SMAHA (SMA Islam Hidayatullah Semarang) yang baru saja tiba di Dusun Kalikesek, Desa Sriwulan, Kecamatan Limbangan, Kabupaten Kendal. Wajah-wajah penuh semangat dan rasa penasaran menyembul dari balik jendela mobil. Beberapa siswa bahkan sudah tak sabar untuk turun dan merasakan kehidupan baru mereka selama empat hari ke depan dalam program SMAHA LIVE IN 2025.

Hari Pertama: Berkenalan dan Menyesuaikan Diri

Begitu tiba di Kalikesek, para siswa disambut dengan senyum hangat para warga. Mereka kemudian dibagi ke dalam beberapa rumah induk semang yang akan menjadi tempat tinggal mereka selama empat hari. Rasa canggung sempat menyelimuti, tetapi keramahan tuan rumah membuat suasana mencair. Mereka belajar mengenal kebiasaan keluarga, berbincang, dan menikmati hidangan khas desa yang penuh dengan cita rasa kehangatan. Sejenak, kota yang penuh dengan hiruk-pikuk dan kenyamanan gadget ditinggalkan, digantikan dengan suasana pedesaan yang tenang dan penuh kebersamaan.

Malam pertama menjadi awal adaptasi yang cukup menantang. Tidur di rumah induk semang yang berbeda kondisinya dengan di rumah, mandi dengan air dari pegunungan Ungaran yang dingin, serta makan khas menu pedesaan memberi pengalaman baru bagi para siswa. Namun, mereka tahu, inilah bagian dari perjalanan belajar mereka.

Hari Kedua: Belajar dari Kehidupan Desa

Menjelang adzan Subuh, udara dingin masih menyelimuti Kalikesek. Satu per satu, para peserta Live In bangkit dari tempat tidur mereka, mengenakan jaket, lalu melangkah menembus dingin menuju masjid Al-Ikhlas. Kaki-kaki mereka menyentuh tanah yang masih basah oleh embun dan di bawah langit gelap yang perlahan memudar, mereka melaksanakan salat tahajud dan dilanjutkan dengan salat Subuh bersama masyarakat setempat.

Keesokan harinya, siswa mulai terlibat dalam giat domestik. Mereka membantu induk semang dengan berbagai pekerjaan rumah tangga seperti memasak di dapur dan  ada yang menggunakan kayu bakar, menyapu halaman, mencuci piring, hingga mengantar anak induk semang ke sekolah. Pengalaman indah bersama dengan teman dan induk semang ini menjadikan mereka semakin akrab dan bahagia.

Siang harinya, mereka mengikuti program giat profesi. Siswa belajar langsung dari para warga tentang berbagai pekerjaan yang menjadi sumber penghidupan masyarakat. Ada yang belajar menjadi petani dengan menggali tanah dan menanam bibit padi, ada yang diajari cara menyadap aren, mengemas aneka produk jualan seperti kolang-kaling, rujak, dan gula aren. Sementara  yang lain ada yang membantu induk semang melakukan pekerjaan sebagai kuli bangunan, pekerja meubel, petani cabe, dan beragam pekerjaan lainnya. Bagi  siswa, ini menjadi pengalaman pertama mereka bekerja dengan tangan sendiri tanpa bantuan teknologi canggih.

Sore harinya, giat kemasyarakatan dimulai. Siswa yang tergabung dalam organisasi ASKAR tampak ceria bercengkerama dengan ibu-ibu PKK di Balai Dusun. Rupanya mereka sedang mengajarkan teknik pembuatan sabun yang bisa dijadikan sebagai peluang usaha bagi warga desa. Antusiasme ibu-ibu sangat luar biasa! Mereka berebut menjawab pertanyaan yang tim ASKAR ajukan untuk mendapatkan hadiah sembako sebagai apresiasi. Tawa dan canda menghiasi kegiatan ini, membuat tim ASKAR merasa lebih dekat dengan mereka. Sementara itu, tim ROHIS juga punya cerita menarik. Mereka mengunjungi TPQ untuk mengajar anak-anak mengaji dan mengajarkan tata cara berwudu yang benar. Anak-anak TPQ begitu ceria, dengan wajah polos dan penuh semangat. Saat tim ROHIS mempraktikkan gerakan wudu, mereka mengikuti dengan antusias. Beberapa di antara mereka bahkan bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.

Salat lima waktu tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka. Salat berjamaah di masjid semakin mempererat hubungan dengan masyarakat, memperlihatkan bahwa di tengah kesibukan, ibadah tetap menjadi prioritas.

Hari ke tiga: Mengabdi dan Berbagi (Dari Bak Mobil ke Ruang Kelas)

Pagi itu, mentari bersinar cerah ketika anak-anak OSIS bersiap memulai petualangan Live-In. Sebuah mobil pick-up siap mengantarkan mereka menempuh perjalanan sejauh 3 km menuju desa Sriwulan. Dengan penuh semangat, mereka naik ke bak belakang, merasakan angin sepoi-sepoi menerpa wajah. Tawa dan teriakan kegembiraan mewarnai perjalanan sederhana ini. Sesampainya di sekolah, tim SMAHA Mengajar ini langsung dihadapkan dengan tantangan baru: mengajar di TK dan SD Sriwulan. Awalnya, rasa canggung dan gugup menyelimuti. Bagaimana cara berhadapan dengan anak-anak kecil yang penuh rasa ingin tahu? Namun, seiring waktu, semua kecemasan itu luruh.

Sebagian ada yang mengajar game Journey in Sriwulan di iPad, memperkenalkan teknologi dengan cara yang menyenangkan. Beberapa ada yang mengajak anak-anak bereksperimen, yang lain melakukan aneka permainan di halaman sekolah, tertawa bersama, dan membangun keakraban tanpa sekat.

“Di akhir kegiatan, tidak hanya anak-anak yang merasa bahagia, tetapi kami juga. Kami belajar bahwa mengajar bukan sekadar menyampaikan ilmu, tetapi juga berbagi kebahagiaan, kesabaran, dan ketulusan. Perjalanan live-in ini bukan hanya tentang menginjakkan kaki di tempat baru, tetapi juga tentang membuka hati, menemukan makna baru dalam berbagi” ujar Ayyub, pencipta game Journey in Sriwulan.

Di saat yang sama, tim ROHIS juga terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan lainnya yaitu kerja bakti di masjid dan mushola. Dengan penuh semangat, mereka membersihkan, merapikan, dan memperbaiki fasilitas ibadah agar lebih nyaman digunakan. Dukungan dari orang tua yang berinfaq turut berperan besar dalam memperbaiki masjid dan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), menciptakan lingkungan yang lebih makmur dan kondusif bagi kegiatan keagamaan. Kebersamaan dan gotong royong ini menjadi pengalaman berharga bagi para siswa dalam memahami arti kepedulian dan tanggung jawab sosial.

Keseruan hari ke tiga ini tak hanya sampai di situ. Untuk melepas penat dan mempererat kebersamaan, pada siang harinya digelar berbagai kegiatan healing yang penuh tawa dan keceriaan. Salah satu yang paling ditunggu adalah lomba volley sarung di kolam renang wisata Kalikesek. Sambil berbasah-basahan, peserta Live In bermain dengan penuh semangat, berusaha menjaga keseimbangan sambil tertawa bersama. Tidak ada kata kalah, karena kebahagiaanlah yang menjadi pemenang sejati. Di pinggir kolam, lomba tradisional semakin menambah semarak suasana. Permainan bakiak menguji kekompakan, semua anak larut dalam kegembiraan. Tidak ada sekat, tidak ada perbedaan—hanya tawa yang menyatu dalam kebersamaan.

Acara healing ini dikemas dan dihandle oleh anak-anak DA dengan penuh kreativitas. Mereka memastikan setiap momen terasa berkesan dan membawa energi positif bagi semua peserta. Semangat gotong royong dan kebersamaan begitu terasa, menciptakan kenangan yang akan terus terukir di hati kami.

Hari Ke Empat: Puncak Acara (Perpisahan Sarat Makna)

Pagi itu, matahari bersinar cerah saat para siswa bersiap untuk puncak acara live in, sebuah momen yang mempertemukan mereka dengan hangatnya kehidupan masyarakat desa. Jalan sehat bersama warga dimulai dengan semangat, diawali oleh sambutan Ibu Kepala Sekolah dan Bapak Kepala Desa yang membuka acara dengan penuh antusiasme. Warga tua muda berbondong-bondong mengikuti rute jalan sehat, bercengkerama dengan para siswa yang sudah beberapa hari tinggal di rumah mereka. Di Balai Dusun pengobatan gratis yang sudah disiapkan dengann apik oleh tim PMR mulai dipadati oleh warga yang ingin memeriksakan kesehatannya, dilayani dengan ramah oleh 11 dokter dari RS Kariyadi dan FK Undip Semarang. Sementara itu, bazar sembako murah pun diserbu warga—ibu-ibu dengan senyum lebar menenteng kantong belanjaan penuh kebutuhan pokok dengan harga miring. Suasana semakin meriah saat undian doorprize dimulai, sorak-sorai dan tepuk tangan menggema setiap kali nomor pemenang diumumkan. Hadiah demi hadiah dibagikan, mulai dari peralatan rumah tangga hingga kejutan terbesar—grand prize sebuah TV 32 inch yang disambut dengan teriakan bahagia dari pemenangnya. Di akhir acara, tak ada wajah yang tidak berseri, semua pulang dengan hati penuh sukacita, membawa hadiah, pengalaman, dan kenangan yang tak terlupakan.

Usai pucak acara, saatnya peserta Live In pulang kembali ke Semarang. Para siswa berpamitan kepada induk semang mengucapkan terima kasih atas segala pelajaran yang telah diberikan. Beberapa dari mereka tak bisa menahan air mata, menyadari betapa empat hari ini telah mengajarkan mereka banyak hal—tentang rasa syukur, kesederhanaan, kerja keras, dan makna kebersamaan. Ketika mobil jemputan yang membawa para siswa mulai melaju meninggalkan desa, sambil diiringi hujan, mereka menoleh ke belakang, melihat kembali tempat yang telah memberi mereka begitu banyak pelajaran hidup. Dusun Kalikesek kini bukan sekadar desa kecil di peta, tetapi rumah kedua yang akan selalu mereka kenang.